Selama ini ku kira, Banten ya Banten saja, tapi ternyata ada kota kuno juga di Banten! Aku baru tahu ini pas di ajak Derus buat piknik ke Banten Lama. Saat itu aku reflek bertanya, "hmmm Banten Lama? Ada ya?! Apa bedanya sama Kota Banten?" Dan jawabannya bakal kamu temukan di cerita perjalananku kali ini ya! :p
Kota Kuno Banten atau Banten Lama merupakan wilayah yang berisi situs-situs sisa kejayaan Kerajaan Banten. Ada banyak spot yang bisa kita telusuri di Kota Kuno Banten ini, misalnya saja Istana Surosowan, Masjid Agung Banten, Situs Istana Kaibon, Benteng Spellwijk, Danau Tasikardi, Meriam Ki Amuk, Pelabuhan Karangantu dan Vihara Avalokitesvara. Dan aku menyambangi semuanya! Seruuu!
Waktu itu aku bersama dengan Derus, Mas Achy, Lala, Mas Yoga dan Mas Ocit dari Jakarta ke Banten Kuno. Destinasi pertama yang kita datangi adalah Istana Kaibon. Konon, penamaan Kaibon untuk istana ini karena istana ini dibangun untuk ibu Sultan Syafiudin, Ratu Aisyah. Dan kata kaibon bermakna keibuan. Di antara, situs-situs lain yang ada di Banten Lama, bisa dibilang reruntuhan Istana Kaibon ini adalah situs yang memiliki peninggalan arsitektur yang paling baik di antara yang lain. Bangunan-bangunan yang bersisa masih bisa kita lihat dengan jelas bentuknya dan terlihat lebih kokoh di banding situs-situs lain.
Istana yang awalnya dibangun dengan megah ini, runtuh dan dihancurkan pada tahun 1832 oleh Belanda saat terjadi peperangan melawan Kerajaan Banten.
Di belakang kami ada Gerbang Keraton Kaibon yang masih utuh bentuknya |
Selanjutnya, Benteng Spellwijk. Benteng ini dulu berfungsi sebagai menara pemantau yang berhadapan langsung dengan Selat Sunda. Selain itu, Benteng Spellwijk juga dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan meriam dan alat pertahanan Kerajaan Banten. Di sini juga terdapat sebuah terowongan, konon terowongan ini adalah terowongan sebagai jalur rahasia menuju Keraton Surosowan.
Di Lorong-lorong Benteng Speelwijk |
Benteng Spellwijk |
Selain wisata sejarah dan situs kerajaan kita juga bisa menyambangi Masjid Agung Banten. Masjid ini juga menjadi salah satu wisata religi bagi umat muslim di Indonesia. Saat aku sampai di masjid ini, aku menjumpai banyak umat muslim yang melakukan ziarah di area pemakanan masjid. Pemakaman ini menjadi komplek makan Sultan-Sultan Banten dan keluarganya. Selain itu, para pengunjung juga mengikuti ritual pengajian di balai Masjid Agung Banten, mirip dengan kondisi yang ku temui di Masjid Sunan Gunung Jati, Cirebon.
Sejarahnya, masjid ini dibangun pertama kali oleh Sultan Maulanan Hasanuddin, Sultan pertama Kesultanan Demak, yang merupakan putra sulung dari Sunan Gunung Jati.
Menara Masjid Agung Banten |
Kubah Masjid Agung Banten |
Yang khas dari dari masjid ini adalah atap bangunan utama yang bertumpuk lima, mirip dengan pagoda Tiongkok, seperti yang bisa dilihat di foto. Dan ternyata, masjid ini adalah karya arsitektur Tiongkok yang bernama Tjek Ban Tjut.
Kebetulan sekali saat kami menjelajahi Kota Kuno Banten, bertepatan dengan Perayaan Tahun Baru China, 28 Januari. Dan pas sekali momennya ketika kami menyambangi Vihara Avalokitesvara. Vihara ini merupakan salah satu vihara tertua di Indonesia. Lokasinya yang tak jauh dari Masjid Agung Banten, diyakini menjadi bukti bahwa pada saat itu penganut agama yang berbeda dapat hidup berdampingan dengan damai.
Vihara Avalokitesvara |
Ada juga Museum Kepurbakalaan Banten Lama. Aku antusias sekali untuk masuk ke dalam musem ini dan melihat beragam koleksi purbakala banten lama. Sayangnya di museum ini tutup di akhir pekan. Jadi, aku hanya bisa melihat koleksi-koleksi yang dipajang di halaman luar museum ini. Di antara beberapa koleksi yang dipajang di luar museum ada dua koleksi yang paling terkenal yaitu Meriam Ki Amuk dan alat penggilingan lada.
Meriam Ki Amuk |
Meriam Ki Amuk adalah meriam yang dibuat dari tembaga dengan tulisan Arab. Panjangnya sekitar 2,5 meter adalah bantuan senjata dari Ottoman Turki. Konon, meriam ini memiliki kembaran yakni Meriam Ki Jagur, yang saat ini tersimpan di halaman belaang Museum Fatahillah Jakarta.
Penggilingan Lada |
Alat penggilingan lada yang kita jumpai di halaman Museum Kepurbakalaan Banten Lama terbuat dari batu padas yang sangat keras. Namun, alat ini telah hancur menjadi beberapa bagian. Pada jaman dulu, Banten terkenal sebagai daerah penghasil lada, karena alasan inilah Belanda datang ke Banten untuk menguasai produksi lada.
Hari sudah semakin sore, dan perut kami semakin keroncongan! Akhirnya kami berlabuh ke destinasi terakhir, Pelabuhan Karangantu, untuk melihat perahu dan senja di Kota Kuno Banten sembari menikmati semangkok bakso untuk mengganjal perut yang kelaparan, hahaha.
Piknik ala-ala di Pelabuhan Karang Antu :p |
Perjalanan kali ini adalah salah satu One Day Trip yang lumayan jauh, menyambangi banyak destinasi, dengan perjalanan panjang dari pagi hari hingga dini hari. Satu hal yang harus diperhatikan untuk menjalani one day trip adalah kita harus jadi mandiri mempersiapkan segalanya, mulai dari air minum dan perbekalan, uang cash dan uang receh, kamera, sun block, kacamata, topi, payung, kipas yang sewaktu-waktu pasti akan kita butuhkan.
Tulisan ini disumbangkan untuk jadi artikel situs www.jadimandiri.org.
No comments
your comment awaiting moderation