OH, INDAHNYA NUSANTARA!
Jika ya, pasti kita merasa takjub dan membelalakkan mata untuk mengagumi keindahan alam dan pemandangannya.
Jika kita menjelajah ke salah satu sudut wilayah Indonesia yang menawarkan keagungan dan keindahan alamnya pasti tak terpisahkan dengan KEBIASAAN, ADAT, BUDAYA DAN TRADISI masyarakatnya. Ya, budaya tradisi yang pastinya melekat di masing-masing wilayah di seluruh Nusantara.
Sepenggal pengalaman yang berharga bagiku, tepat setahun yang lau, Juni di tahun 2013. Senang rasanya, dan ada rasa bangga mewakili almamater (Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)) dalam rangkaian kegiatan Safari Bhakti Kesetiakawanan Sosial (SBKS). Kegiatan SBKS ini diselenggarakan oleh Kementrian Sosial Republik Indonesia, sebagai salah satu upaya merangkul saudara-saudara di Timur Indonesia, dan sebagai Jembatan Kedaulatan NKRI. Tak heran jika kegiatan SBKS ini ingin menjadi kedaulatan NKRI.
"SBKS - JEMBATAN KEDAULATAN NKRI"
Kemensos RI melalui kegiatan SBKS mencoba merangkul dan menyapa saudara-saudara setanah air yang tak terjamah, tak terperhatikan sekian lama oleh Pemerintah, karena akses yang begitu sulit. Dan mungkin, saudara-saudara kita di Timur Indonesia sana merasa di anak-tirikan oleh Pemerintah RI. Kegiatan SBKS, diisi dengan rangkaian kegiatan bakti sosial, pengobatan gratis, edutainment, dan ramah tamah dengan penduduk sekitar. Kegiatan SBKS ini diselenggarakan sejak tanggal 4 Juni hingga 28 Juni 2013, ke tujuh titik tujuan bakti sosial.
Waingapu, Pulau Solor, Pulau Wetar, Ambon, Pulau Haruku, Fakfak, Sorong, Makassar/Pangkep akan menjadi memori yang indah.
Menyambangi titik-titik terluar di Timur Indonesia yang begitu sulit dijangkau, namun menawarkan keindahan alam dan kekayaan BUDAYA TRADISI yang tiada duanya!
Perjalanan ke Timur Indonesia selama 24 hari itu tidak mungkin terlupakan!
Keindahan alam dan pemandangan yang memanjakkan mata sudah pasti, dan yang pasti KEBIASAAN, ADAT, BUDAYA DAN TRADISI yang melekat tak terpisahkan di masyarakatnya.
4 Juni 2013, sekitar pukul 04.00 WIB dini hari berangkat dari kampus bersama Afriza menuju Tanjung Priuk untuk menaiki KRI Banjarmasin 592. Dan dimulailah perjalanan ke Timur Indonesia. …
"BERSAMA AFRIZA DI ATAS KRI BANJARMASIN 592"
"KRI BANJARMASIN 592 MENGANTARKAN KAMI, TIM SBKS MENUJU TIMUR INDONESIA"
24 Hari Menjelajah Indonesia Timur
Gedung Gereja Bethel, Aboru |
Malam ini aku menonton bisoksop misbar “Cahaya Dari Timur: Beta Maluku” dalam rangkaian acara FILARTC.
Film ini mengingatkanku akan perjalanan 2 tahun silam ke pelosok-pelosok Indoensia Timur.
Tanah merah di Ambon dan Aboru di Pulau Haruku, Maluku Tengah, salah dua dari beberapa tempat indah namun tersembunyi di Indonesia Timur.
4 - 28 Juni 2013 aku ikut rombongan untuk menyapa Saudara-saudara di Timur Indonesia.
Mengarungi laut dengan menggunakan KRI Banjarmasin 592, bersama dengan para TNI AL RI, adalah pengalaman yang sungguh baru bagiku.
Aku berlabuh diberbagai tempat untuk mengenal dan menyapa saudara-saudara di Indonesia Timur. Hari kesekian selama perjalanan mengarungi lautan, Aku Sampai di salah satu pelabuhan besar di Ambon.
Perjalanan masih panjang. Tujuan rombongan kami adalah ke Abouru. Kami harus menuju Pelabuhan Tulehu, pelabuhannya kecil. Dan aku melihat kembali pelabuhan ini setelah sekian lama, dalam film “Cahaya Dari Timur: Beta Maluku”.
Pelabuhan Tulehu |
Pelabuhan Tulehu
Perjalanan menuju Aboru itu sungguh sulit. Dari pelabuhan Tulehu masih harus melanjutkan perjalanan darat dengan menggunakan truk atau pick up.
Perjalanan darat menggunakan pick up |
Menuju Aboru memang sulit dan payah. Tanahnya merah dan basah, dan juga licin pastinya. Ada rasa dan waswas selama dalam perjalanan. Tapi pemandangan alam yang menakjubkan bagai penawar yang tiada kira.
Di Aboru, rombongan kami melakukan bakti sosial. Aku sendiri adalah tim pengajar untuk adik-adik di Aboru. Kami membuat games untuk adik-adik, dan sedikit mengenalkan tentang Negara Indonesia pada mereka.
bermain dengan anak-anak dan warga Aboru |
Seusai kegiatan pengajaran semua adik-adik digiring ke bale adat untuk mendengarkan cerita dari pimpinan rombongan. Beliau dari Kementrian Sosial Republik Indonesia.
Rombongan Safari Bhakti Kesetiakawanan Sosial Bersama Masyarakat Aboru di Bale Adat
Rombongan kami bermalam di Aboru. Aku dan beberapa teman menginap di rumah penduduk setempat. Dari obrolan-obrolan kami, barulah aku tahu, bahwa Aboru dulu dikenal sebagai sarang pemberontak yang ingin mendirikan RMS (Republik Maluku Selatan). Mereka merasa di-anak-tiri-kan oleh Indonesia. Merasa kekurangan, miskin, tidak memiliki akses pendididikan, transportasi, atau bahkan listrik. Bantuan silih berganti tapi bukan dari Indonesia. Tetapi dari Belanda. Banyak orang-orang Aboru yang pindah ke Belanda katanya.
Tapi, mamak di sini bilang, banyak warga Aboru yang tetap cinta Indonesia, mereka tetap ingin menjadi bagian Indonesia. Tidak ingin memisahkan diri. Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi, hanyalah ungkapan protes, bahwa Aboru ada, Aboru adalah bagian dari Indonesia, yang ingin turut juga diperhatikan.
Pada saat perjalanan ke pelabuhan di sisi wilayah yang lain untuk kembali ke Ambon, perjalananku disuguhkan dengan pemandangan baru yang sama sekali berbeda dengan perjalanan ketika berangkat.
Jika di Aboru, kita tinggal dan menetap di pemukiman umat kristiani. Perjalanan kali ini kita melewati pemukiman umat muslim. Dan sungguh, pemukiman antar umat memang dipisahkan secara geografis.
Masih tersisa benih-benih perselisihan antar agama, ketika ada seorang muslim yang menanyai kami, kenapa kami singgah di pemukiman umat kristiani? Tidak di sini (di pemukiman umat muslim) saja?
Dari Aceh hingga Barcelona, Travel Wish List yang Ku Impikan
Aceh, Kota Penuh Cerita dalam Memori
Aceh, Aceh, Aceh, Aceh menjadi kota yang selalu ku sebut pertama kali, kalau ditanya "Kamu ingin jalan-jalan kemana?" Ya tentu, Aceh menjadi kota yang ingin aku sambangi bukan karena tanpa alasan ya. Selama ini, setiap aku jalan-jalan atau pun bertugas ke luar kota kurang lebih 75 persennya berkunjung ke Indonesia bagian tengah dan timur. Jarang sekali aku bertandang ke Pulau Sumatera. Yang ku ingat aku baru menginjakkan kaki di tanah Padang, Jambi dan Palembang. Sedangkan aku sudah pernah ke Sorong dan Fakfak, anggap saja itu adalah titik paling timur Indonesia.
Di kepalaku, terngiang sekali jingle nya Indomie, mie instant sejuta umat itu, "Dari Sabang sampai Merauke, dari Timor sampai ke Talaud, Indonesia tanah airku, Indomie seleraku", ssstt, jangan bilang kamu bacanya sambil nyanyi yaa! Hahahah. Makanya aku tuh ingin sekali menginjakkan kaki di tanah Sabang, supaya genap ceritanya sudah menginjakkan kaki dari Sabang sampai Merauke, meskipun hamparan provinsi lainnya yang membentang antara Sabang hingga Merauke masih belum sepenuhnya ku singgahi, hehe.
Masjid Baiturrahman, salah satu ikon Kota Aceh Sumber Foto: Visit to Aceh |
Selain alasan itu, ternyata aku punya banyak cerita unik dan menarik tentang Aceh, jadi semacam punya ikatan emosi aja sama Aceh, meskipun aku belum pernah kesana. Pertama, Desember 2004, saat Aceh mengalami tsunami, dan aku terbaring di ranjang Rumah Sakit Dr. Soesilo Slawi pasca kecelakaan motor. Aku pingsan berhari-hari, dan saat aku terbaring sajian tayangan televisi tak lain adalah berita bencana Tsunami Aceh, sontak aku langsung menangis, entah, rasa yang berkecimuk tentunya. Rasa syukur aku masih hidup, karena memang aku tak ingat apa pun atas kejadian kecelakaan itu. Atau pun rasa iba atas bencana yang maha dahsyat waktu itu, sudah barang tentu emosinya yang memang mellow disertai kondisinya yang terbaring di Rumah Sakit, membuat ku menangis tersedu-sedu.
Kedua, coba deh baca kisah perjalanan Safari Bhakti Kesetiakawanan Sosial (SBKS) ku saat kuliah. Selama 24 perjalanan bersama para TNI AL, aku nge fans! ya atau jatuh hati ya dengan seorang Pilot Heli TNI AL, namanya Mas Fery, wah aku masih ingat loh! Dan dia pun dari Aceh dan salah seorang penyintas dari musibah 2004 silam.
Masih ada cerita unik lainnya tentang Aceh, tapi cukup kusimpan dulu lah ya, hehe.
Mentawai
Duluuuuuuuuu, aku mengira adalah tempat dimana Suku Dayak bermukim di Kalimantan! Dan ternyata aku salah, hahha! Ternyata Mentawai merupakan kepulauan di Sumatera Barat! Cerita ini pun baru ku sadari ketika aku berkunjung ke Padang dan bercerita dengan pegiat budaya tato Mentawai.
Mengapa Mentawai menjadi salah satu travel wish list? Karena rasa penasaranku tentang tato Mentawai! Asal kamu tahu, tato Mentawai dikenal sebagai tato tertua di dunia dan sarat makna. Tato sejatinya di peradaban masyarakat dayak menunjukkan jati diri dan derajat sosial juga. Banyak arti-arti yang tersembunyi di balik goresan tato mentawai.
Tato Mentawai juga menjadi simbol keseimbangan alam, setiap objek alam seperti batu, hewan dan tumbuhan diabadikan di atas kulit tubuh suku dayak Mentawai. Ketika anak laki-laki memasuki masa pubertas di usia 11-112 tahun, tetua suku Mentawai yang disebut sebagai Sikerei dan Rimat (kepala suku) akan menentukan waktu pelaksaan tato.
Barcelona
Scene Meteor Garden "Sancai meminum air mancur Font de Canaletes" |
Font de Canaletes Barcelona Sumber Foto: Pinterest |